Sukses

Untung Kecil, Swasta Ogah Bisnis Angkutan Perintis

Kemenhub sudah melakukan perbaikan terhadap struktur operasional kendaraan untuk angkutan perintis. Namun meskipun begitu swasta masih ogah ikut bermain.

 

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluhkan keengganan perusahaan swasta untuk menakhodai layanan angkutan perintis di daerah tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3TP) lantaran tidak menguntungkan.

"Perintis itu merintis, pasti banyak ruginya dibanding untungnya. Dari sisi bisnis, kita tawarkan ke siapapun sudah banyak ruginya, siapa yang mau," ujar Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Suharto dalam sesi temu media di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

"Dalam BOK (Biaya Operasional Kendaraan) kita, (pengoperasian angkutan perintis) ada 10 persen keuntungan di situ. Itu pun sudah ditawarkan ke swasta, banyak yg tak mau. Akhirnya penugasan pada Perum DAMRI untuk keperintisan," jelasnya.

Padahal, Suharto menambahkan, Kemenhub sudah melakukan perbaikan terhadap struktur operasional kendaraan untuk angkutan perintis. Tapi, swasta tetap memilih transportasi perkotaan lantaran keuntungan lebih jelas.

"Pusat kota jelas demand-nya. Sehingga hal-hal yang dikhawatirkan pendapatan di bawah 10 persen sudah kita lakukan revisi. Mari, swasta yang operasional angkutan kita ajak. Tapi hingga saat ini belum ada yang mau. Lebih baik di pusat kota yang demandnya sudah pasti," tuturnya.

Senada, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Amirullah tak memungkiri, biaya operasional angkutan perintis cenderung tinggi dengan pemasukan tidak seberapa.

"Kalau cari untung jangan di perintis. Perintis yang menggunakan benar-benar masyarakat yang membutuhkan, benar-benar end user. Tugas pemerintah ikut campur di sana," ungkapnya.

"Kalau untuk angkutan perintis darat memang agak sulit, banyak biaya-biaya tidak terduga. Jadi memang berat," kata Amirullah.

2 dari 3 halaman

Angkutan Perintis Disubsidi Rp 3,51 Triliun, Menhub: Supaya Bahan Pokok Murah

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mencatat adanya kenaikan subsidi bagi angkutan perintis menjadi Rp 3,51 triliun di 2023 ini. Hal ini digadang bisa menjadi jawaban akan mahalnya biaya transportasi yang juga berdampak pada bahan pokok di daerah-daerah.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan kalau angka subsidi tadi mengalami kenaikan. Menurutnya, dengan adanya subsidi, harga bahan pokok di daerah-daerah bisa terkendali dan lebih terjangkau.

Pada 2023, alokasi anggaran subsidi angkutan perintis di semua moda transportasi sebesar Rp. 3,51 triliun. Jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan 2022 sebesar Rp. 3,01 triliun.

Adapun rinciannya adalah transportasi darat Rp 1,32 triliun, transportasi laut Rp 1,47 triliun, transportasi udara Rp 550,1 miliar, serta perkeretaapian Rp 175,9 miliar.

Jumlah tersebut belum termasuk subsidi Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik 2023 yang ada pada sektor perkeretaapian sebesar Rp 2,54 triliun dan pada sektor perhubungan laut sebesar Rp 2,39 triliun.

“Pemberian subsidi angkutan perintis ini diberikan untuk menekan biaya transportasi, agar saudara-saudara kita yang berada di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP) bisa mendapatkan layanan transportasi yang baik dan juga bisa mendapatkan harga barang kebutuhan pokok yang juga terjangkau,” ucap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dalam keterangannya, Senin (6/2/2023).

Dengan adanya subsidi perintis penumpang, tarif yang dibayarkan oleh masyarakat menjadi lebih terjangkau, karena sebagian biaya operasional dari operator transportasi telah dibayarkan pemerintah.

 

3 dari 3 halaman

Banyak Daerah Butuh Dukungan

Sementara itu, dengan adanya subsidi perintis barang/kargo, barang yang diangkut tidak dikenakan biaya lagi sehingga dapat menstabilkan atau mengurangi disparitas harga barang di daerah tersebut.

Menhub Budi mengatakan, kebutuhan pelayanan angkutan perintis sangat dibutuhkan mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Ia menyebut, masih banyak daerah yang membutuhkan dukungan layanan transportasi publik untuk membuka aksesibilitas dan melancarkan pergerakan penumpang maupun barang.

“Kami secara intensif berkoordinasi dengan pemerintah daerah tentang penyediaan angkutan perintis. Para kepala daerah selalu menyampaikan aspirasi kepada kami agar Kemenhub dapat memberikan atau menambah pelayanan transportasi publik di daerahnya yang belum bisa diakses, atau yang belum dilayani secara optimal,” tuturnya.